Senin, 25 Januari 2016

PARADIGMA

PENGERTIAN PARADIGMA


Denzin & Lincoln (1994:105) mendefinisikan paradigma sebagai: “Basic belief system or worldview that guides the investigator, not only in choices of method but in ontologically and epistomologically fundamental ways.” Pengertian tersebut mengandung makna paradigma adalah sistem keyakinan dasar atau cara memandang dunia yang membimbing peneliti tidak hanya dalam memilih metoda tetapi juga cara-cara fundamental yang bersifat ontologis dan epistomologis. Suatu paradigma dapat dipandang sebagai seperangkat kepercayaan dasar (atau yang berada di balik fisik yaitu metafisik) yang bersifat pokok atau prinsip
utama. Sedangkan Guba (1990:18) menyatakan suatu paradigma dapat dicirikan oleh respon terhadap tiga pertanyaan mendasar yaitu pertanyaan ontologi, epistomologi, dan metodologi. Selanjutnya dijelaskan:
a.       Ontological: What is the nature of the “knowable?” or what is the nature of reality?Ontologi: Apakah hakikat dari sesuatu yang dapat diketahui? Atau apakah hakikat dari realitas? Secara lebih sederhana, ontologi dapat dikatakan mempertanyakan tentang hakikat suatu realitas, atau lebih konkret lagi, ontologi mempertanyakan hakikat suatu fenomena.
b.       Epistomological: What is the nature of the relationship between the knower (the inquirer) and the known (or knowable)? Epistomologi: Apakah hakikat hubungan antara yang ingin mengetahui (peneliti) dengan apa yang dapat diketahui? Secara lebih sederhana dapat dikatakan epistomologi mempertanyakan mengapa peneliti ingin mengetahui realitas, atau lebih konkret lagi epistomologi mempertanyakan mengapa suatu fenomena terjadi atau dapat terjadi?
c.       Methodological: How should the inquirer go about finding out knowledge? Metodologi: Bagaimana cara peneliti menemukan pengetahuan? Secara lebih sederhana dapat dikatakan metodologi mempertanyakan bagaimana cara peneliti menemukan pengetahuan, atau lebih konkret lagi metodologi mempertanyakan cara atau metoda apa yang digunakan oleh peneliti untuk menemukan pengetahuan?
Dengan mengacu pandangan Guba (1990) dan Denzin & Lincoln (1994) dapat disimpulkan paradigma adalah sistem keyakinan dasar yang berlandaskan asumsi ontologi, epistomologi, dan metodologi atau dengan kata lain paradigma adalah sistem keyakinan dasar sebagai landasan untuk mencari jawaban atas pertanyaan apa itu hakikat realitas, apa hakikat hubungan antara peneliti dan realitas, dan bagaimana cara peneliti mengetahui realitas.


UNSUR-UNSUR PARADIGMA


a. Asumsi Dasar / anggapan
Menurut Tejoyuwono Notohadiprawiro dalam makalahnya ‘Metodologi Penelitian dan Beberapa Implikasinya dalam Penelitian Geografi’, asumsi didefinisikan sebagai latar belakang intelektual suatu jalur pemikiran. Asumsi merupakan gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang akan muncul kemudian. Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal yang tersirat. Dengan penyuratan itu terbentuk suatu konteks untuk mewadahi pemikiran. Semua pemikiran berlangsung dalam konteks tertentu. Tanpa konteks, pemikiran menjadi simpang-siur dan rancu. Asumsi adalah titik beranjak memulai segala kegiatan atau proses. Suatu sistem tanpa asumsi menjadi melingkar.
Ada tiga (3) jenis asumsi, antara lain :
1.      Aksioma, yaitu suatu pernyataan yang disetujui umum tanpa memerlukan pembuktian karena kebenarannya sudah membuktikan sendiri. Misalnya, “Keseluruhan itu lebih besar daripada tiap bagiannya”.
2.      Postulat, yaitu suatu pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa pembuktian atau suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya. Postulat biasa diajukan untuk menyamakan pengertian suatu istilah atau ungkapan dalam suatu argument, sementara dilangsungkan pembahasan mengenai suatu masalah tertentu. Misalnya, “Kurangnya motivasi belajar siswa  merupakan faktor penting yang mendorong kemalasan siswa mempelajari bahasa Arab.”
3.      Pangkal pendapat (premise) tersamar dalam suatu entimen (enthymene)ordo pertama atau kedua.  Entimen ordo pertama adalah suatu silogisme yang pangkal pendapat pertama tersirat. Suatu silogisme yang pangkal pendapat pendamping (perantara) tersirat adalah entimen ordo kedua.

b. Nilai
Nilai dapat ditafsirkan sebagai “ makna” atau “arti” suatu barang/ benda. Suatu barang/benda akan mempunyai nilai bagi seseorang jika barang/benda tersebut memberi makna atau arti bagi seseorang.
Dalam Standar Penilaian Indonesia 2000 dinyatakan bahwa nilai adalah konsep ekonomi yang merujuk pada hubungan financial antara barang dan jasa yang tersedia untuk dibeli dan dijual.
Istilah `nilai` biasanya tidak berdiri sendiri tetapi diikuti oleh istilah yang lebih spesifik, seperti :
·         Nilai  Pasar (market value)
·         Nilai Guna (use value)
·         Nilai Tukar (value in exchange)
·         dsb….
Cara pandang sebuah nilai :
1. Subjektivitas, yaitu fakta yang ada di dalam pikiran manusia sebagai persepsi, keyakinan dan perasaan.
2. Objektivitas,  berarti hal-hal yang bisa diukur yang ada di luar pikiran atau persepsi manusia (sesuai keadaan nyata sebuah objek).
Pandangan objektif akan cenderung bebas nilai sedangkan subjektif sebaliknya. Keduanya memiliki kelebihan-kekurangannya. Dalam tradisi ilmu pengetahuan objektivitas akan menghasilkan pengetahuan kuantitatif sedangkan subjektivitas akan menghasilkan pengetahuan kualitatif.
Misalnya kita mengukur meja dengan tinggi 2 meter, ini adalah fakta objektif. Persepsi seseorang tentang meja yang sedang kita ukur akan sangat beragam, misalnya menganggap meja jelek, sedang, atau bagus. Nilai yang dihasilkan oleh penelitian secara objektif menghasilkan kebenaran tunggal, untuk kemudian akan runtuh jika ada hasil lain yang menunjukkan perbedaan. sementara penelitian secara subjektif cenderung majemuk, amat bergantung pada konteks.
Objektivisme berdasarkan pada kejadian yang sesungguhnya. Sedangkan subjektivisme berdasarkan pada pendapat orang tersebut bahwa sesuatu “ada” karena dianggap hal tersebut memang “ada”.
3. Localitas, merupakan nilai yang tercipta dari budaya lokal suatu daerah. Hal ini akan menciptakan suatu nilai yang berbeda-beda di setiap daerah sesuai budaya atau tradisi dari daerah tersebut.

c. Model
Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan (Departemen P dan K, 1984:75). Definisi lain dari model adalah abstraksi dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya (Simamarta, 1983: ix – xii). Model mewakili sejumlah objek atau aktifitas yang disebut entitas sehingga model selalu objektif.
Jenis-jenis Model :
1. Model Fisik ; penggambaran entitas dalam bentuk 3 dimensi.
2. Model Naratif ; menggambarkan entitas secara lisan atau tulisan.
3.Model Grafik ; menggambarkan entitas dengan sejumlah garis atau symbol.
4. Model matematika ; sebagian besar perhatian dalam pembuatan bisnis (business modeling) saat ini tertuju pada model matematika.
Keunggulannya, ketelitian dalam menjelaskan hubungan antara berbagai bagian dari suatu objek.

d. Masalah yang diteliti/dikaji
Sebuah paradigma merupakan gambaran dasar dari pokok perhatian dalam sebuah ilmu. Paradigma adalah konsensus yang terluas di dalam sebuah ilmu dan berfungsi untuk membedakan sebuah komunitas ilmiah dari yang lain. Lebih lanjut, George Ritzer memaparkan beberapa fungsi paradigma, yakni; mendefinisikan apa yang harus dikaji, pertanyaan apa yang harus ditanyakan, bagaimana untuk menanyakannya, kaidah-kaidah apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang didapatkan. (Ritzer, 2012: 1151) Paradigma mencakup elemen-elemen penting yang membangunnya. Elemen termaksud ialah; teori, subject matter, metode, dan eksemplar. Teori meliputi konsep, variabel, dan proposisi. Subject matter adalah apa yang dikaji dalam ilmu tersebut. Metode adalah cara pengkajian, termasuk instrumen di dalamnya. Kemudian eksemplar adalah karya ilmiah yang menjadi model.

e. Konsep-konsep Pokok
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian konsep adalah rancangan; ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Sehingga konsep merupakan suatu abstraksi dari objek sehingga objek tersebut dapat dikenali, konsep WYSIWYG (what you see is what you get).

f. Metode Penelitian
Dalam penelitian ilmiah dikenal dua jenis penelitian yaitu penelitian dengan pendekatan kuantitatif atau penelitian kuantitatif dan penelitian dengan pendekatan kualitatif atau penelitian kualitatif. Sebelum dijelaskan paradigma dari setiap jenis penelitian tersebut dan bagaimana implementasinya, akan diuraikan terlebih dahulu perbedaan penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif.
Perbedaan Penelitian Kuantitatif dengan Penelitian Kualitatif
Suparlan (1997) menjelaskan perbedaan penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif sebagai berikut:
a)       Penelitian Kuantitatif
Landasan berpikir pendekatan kuantitatif adalah filsafat positivisme yang pertama kali diperkenalkan oleh Emile Durkhim (1964). Pandangan filsafat positivisme adalah bahwa tindakan-tindakan manusia terwujud dalam gejala-gejala sosial yang disebut fakta-fakta sosial. Fakta-fakta sosial tersebut harus dipelajari secara objektif, yaitu dengan memandangnya sebagai “benda,” seperti benda dalam ilmu pengetahuan alam. Caranya dengan melakukan observasi atau mengamati fakta sosial untuk melihat kecenderungan-kecenderungannya, menghubungkan dengan fakta-fakta sosial lainnya, dengan demikian kecenderungan-kecenderungan suatu fakta sosial tersebut dapat diidentifikasi. Penggunaan data kuantitatif diperlukan dalam analisis yang dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya demi tercapainya ketepatan data dan ketepatan penggunaan model hubungan variabel bebas dan variabel tergantung (Suparlan, 1997:95).
b)      Penelitian Kualitatif
Landasan berpikir dalam penelitian kualitatif adalah pemikiran Max Weber (1997) yang menyatakan bahwa pokok penelitian sosiologi bukan gejala-gejala sosial, tetapi pada makna-makna yang terdapat di balik tindakan-tindakan perorangan yang mendorong terwujudnya gejala-gejala sosial tersebut. Oleh karena itu metoda yang utama dalam sosiologi dari Max Weber adalah verstehen atau pemahaman (jadi bukan erklaren atau penjelasan). Agar dapat memahami makna yang ada dalam suatu gejala sosial, maka seorang peneliti harus dapat berperan sebagai pelaku yang ditelitinya, dan harus dapat memahami para pelaku yang ditelitinya agar dapat mencapai tingkat pemahaman yang sempurna mengenai makna-makna yang terwujud dalam gejala-gejala sosial yang diamatinya (Suparlan, 1997:95).

     Quantitative Style (Model Kuantitatif)
  1. Measure objective facts (mengukur fakta yang objektif)
  2. Focus on variables (terfokus pada variabel-variabel)
  3. Reliability is key (reliabilitas merupakan kunci)
  4. Value free (bersifat bebas nilai)
  5. Independent of context (tidak tergantung pada konteks)
  6. Many cases subjects (terdiri atas kasus atau subjek yang banyak)
  7. Statistical analysis (menggunakan analisis statistik)
  8. Researcher is detached (peneliti tidak terlibat)

    Qualitative Style (Model Kualitatif)
  1. Construct social reality, cultural meaning (mengonstruksi realitas sosial, makna budaya)
  2. Focus on interactive processes, events (berfokus pada proses interpretasi dan peristiwa-peristiwa)
  3. Authenticity is key (keaslian merupakan kunci)
  4. Values are present and explicit (nilai hadir dan nyata / tidak bebas nilai)
  5. Situationally constrained (terikat pada situasi / terikat pada konteks)
  6. Few cases subjects (terdiri atas beberapa kasus atau subjek)
  7. Thematic analysis (bersifat analisis tematik)
  8. Researcher is involved (peneliti terlibat)

g. Metode Analisis
Metode penelitian adalah suatu cara atau prosedur yang dipergunakan untukmelakukan penelitian sehingga mampu menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian.Beberapa pandangan metode penelitian secara umum menurut para ahli :
1.      Nasir (1988:51) 
Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan.
2.      Sugiyono (2004: 1) 
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mengumpulkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris dan sistematis.
Ada 2 macam metode analisis yang umumnya digunakan dalam penelitian yaitu analisis data secara kualitatif dan analisis data secara kuantitatif. Metode analisis yang digunakan pada penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif tidak menggunakan alat statistik, namun dilakukan dengan menginterpretasi tabel-tabel, grafik-grafik, atau angka-angka yang ada kemudian melakukan uraian dan penafsiran. Sedangkan Analisis data secara Kuantitatif adalah metode analisis yang digunakan pada penelitian dengan pendekatan analisis kuantitatif dan menggunakan alat statistik.

h. Hasil Analisis
Dalam proses penelitian, analisa merupakan tahap akhir sebelum penarikan kesimpulan. Pada awal tahapan dilakukan proses pencarian serta pembatasan masalah. Selanjutnya dilakukan proses penarikan hipotesa awal yag berfungsi sebagai praduga awal sebelum proses penelitian dilakukan. Penelitian ini lah yang nantinya akan membuktikan apakah praduga awal sesuai atau tidak. Hasil dari penelitian kemudian diolah menjadi sebuah informasi baru. Hasil informasi inilah yang kemudian dibuat sebuah analisis menjadi kesimpulan yang merupakan hasil analisis dari semua data penelitian dan akan menghasilkan sebuah teori atau sebuah hukum baru.

#Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Paradigma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar